Pulau Biak sebagai Poros Pertumbuhan Baru Pariwisata Indonesia Timur
Dari posisi geospasial strategis hingga kekayaan laut dan budaya, mengubah potensi laten menjadi kekuatan ekonomi pariwisata nasional.
Pulau Biak sebagai Poros Pertumbuhan Baru Pariwisata Indonesia Timur
Dari posisi geospasial strategis hingga kekayaan laut dan budaya, mengubah potensi laten menjadi kekuatan ekonomi pariwisata nasional.
Potensi geografis Pulau Biak sebagai salah satu simpul strategis di kawasan Pasifik barat belum termanfaatkan secara optimal dalam mendukung sektor pariwisata nasional. Secara geospasial, Biak memiliki keunggulan yang signifikan yaitu terletak di jalur udara dan laut internasional yang menghubungkan Asia Tenggara dengan kawasan Pasifik dan Oseania, memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, serta menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang kuat. Namun, seluruh potensi tersebut masih berada pada level latar belakang dan belum terkonversi menjadi nilai ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal maupun pembangunan wilayah.
Kendala utama terletak pada belum terintegrasinya perencanaan infrastruktur dan strategi pariwisata dalam kerangka pembangunan wilayah. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kunjungan wisatawan ke Papua hanya sekitar 0,3% dari total wisatawan domestik dan mancanegara pada tahun 2023, angka yang sangat rendah mengingat luasnya potensi wilayah. Fasilitas pendukung seperti pelabuhan penumpang, konektivitas udara, serta infrastruktur digital dan promosi pariwisata masih sangat terbatas dan tradisional. Selain itu, belum adanya model pengelolaan destinasi berbasis sains, konservasi biodiversitas dan pemberdayaan masyarakat menyebabkan potensi wisata bahari dan ekowisata di kawasan tersebut belum berkembang secara berkelanjutan.
Secara strategis, Pulau Biak juga belum diposisikan sebagai gateway atau gerbang wisata nasional menuju kawasan Pasifik. Padahal, dengan kekayaan sumber daya laut, posisi lintas jalur migrasi ikan pelagis dan kedekatannya dengan jalur pelayaran internasional, Biak memiliki kapasitas untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi biru (blue economy hub) yang mendukung pariwisata bahari, riset kelautan dan industri perikanan wisata. Tanpa intervensi kebijakan yang terarah dan terintegrasi, keunggulan geografis ini hanya menjadi latent potential yaitu ada secara alami tetapi tidak berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Meningkatkan nilai tambah geografis Pulau Biak dalam sektor pariwisata memerlukan pendekatan yang berbasis sains. Pertama, perencanaan pembangunan wilayah perlu mengintegrasikan Biak sebagai simpul konektivitas pariwisata nasional dan internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui penguatan infrastruktur transportasi, termasuk pengembangan destinasi bandara internasional sebagai hub penerbangan ke kawasan Pasifik, serta optimalisasi pelabuhan laut sebagai titik transit wisata kapal pesiar dan jalur pelayaran domestik dan regional.
Kedua, strategi pengembangan destinasi harus berpihak pada potensi khas Biak, terutama dalam ekowisata laut, wisata berbasis biodiversitas dan Pariwisata perikanan. Pendekatan ini menempatkan kelestarian ekosistem dan kearifan lokal sebagai fondasi utama, sejalan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan dan blue economy. Kolaborasi dengan lembaga riset seperti BRIN menjadi krusial dalam memetakan keanekaragaman hayati laut, merancang zonasi konservasi, serta mengembangkan inovasi teknologi untuk pengelolaan destinasi wisata secara adaptif terhadap perubahan iklim.
Ketiga, pemberdayaan masyarakat lokal dan pelaku usaha mikro perlu menjadi bagian dari strategi. Penciptaan rantai nilai pariwisata berbasis komunitas (community based tourism) akan memastikan manfaat ekonomi tidak hanya terpusat pada investor besar, tetapi juga menyebar ke tingkat rumah tangga. Model pengelolaan koperasi wisata, pelatihan kapasitas SDM dan dukungan akses pelatihan bahasa menjadi instrumen penting dalam memperkuat inklusivitas ekonomi lokal.
Integrasi Pulau Biak dalam National Tourism Strategic Plan dapat membuka peluang kerja sama lintas negara, termasuk program promosi kawasan Pasifik, ekspedisi ilmiah maritim dan pengembangan jalur wisata lintas batas (transboundary tourism route). Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga memperluas peran Biak sebagai laboratorium alam untuk riset kelautan dan perubahan iklim.
Dengan strategi yang tepat, Pulau Biak dapat ditransformasikan dari wilayah periferal menjadi gerbang strategis pariwisata nasional yang berdaya saing tinggi. Nilai tambah geografisnya akan menjadi kekuatan ekonomi baru yang menyatukan dimensi pariwisata, ilmu pengetahuan, blue economy dan diplomasi maritim Indonesia di kawasan Pasifik.