Menciptakan Kemandirian Pangan melalui Pengembangan Sentra Produsen Pangan Lokal
Ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar wilayah masih menjadi tantangan besar bagi kawasan Indonesia Timur.
Menciptakan Kemandirian Pangan melalui Pengembangan Sentra Produsen Pangan Lokal
Ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar wilayah masih menjadi tantangan besar bagi kawasan Indonesia Timur.
Papua hingga kini masih menghadapi tantangan geografis yang signifikan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Ketergantungan tinggi terhadap pasokan bahan pangan dari luar wilayah terutama telur, daging, dan ikan yang merupakan sumber protein utama dan telah menyebabkan tingginya biaya distribusi, fluktuasi harga, rendahnya stabilitas pasokan, serta kualitas gizi masyarakat yang belum optimal. Kondisi topografi yang sulit dijangkau, keterbatasan infrastruktur logistik dan kapasitas produksi lokal yang masih rendah memperlebar kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pangan. Akibatnya, kemandirian pangan belum sepenuhnya tercapai dan masyarakat khususnya yang tinggal di wilayah pegunungan, tetap berada dalam posisi rentan terhadap gangguan distribusi, dinamika ketersediaan pangan, serta rendahnya status gizi. Padahal, salah satu pekerjaan rumah terbesar dalam pembangunan Papua adalah perbaikan gizi masyarakat sebagai prasyarat peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan daya saing wilayah.
Tantangan ketahanan pangan di Papua tidak hanya berkaitan dengan distribusi dan ketersediaan, tetapi juga mencakup pola konsumsi dan praktik gizi rumah tangga. Di banyak wilayah, asupan protein hewani masih sangat terbatas, konsumsi sayur dan buah belum memadai, serta pola makan masih bergantung pada bahan pangan pokok yang tinggi karbohidrat namun rendah nilai gizi. Situasi ini diperparah oleh rendahnya literasi gizi, minimnya akses terhadap informasi kesehatan dan terbatasnya pilihan bahan pangan bergizi yang tersedia secara lokal. Akibatnya, permasalahan seperti stunting, anemia dan gangguan pertumbuhan masih menjadi tantangan nyata, terutama pada kelompok ibu dan anak. Selain persoalan distribusi dan pola konsumsi, tantangan lain yang sering luput dari perhatian dalam pembangunan ketahanan pangan Papua adalah rendahnya budaya memelihara sumber pangan di tingkat rumah tangga. Di banyak wilayah, praktik beternak ayam, itik atau babi, membudidayakan ikan air tawar, maupun menanam sayur dan buah di pekarangan belum menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Produksi pangan rumah tangga masih bersifat musiman, tidak berkelanjutan atau bahkan hanya dilakukan ketika ada program bantuan pemerintah.
Ketiadaan tradisi memelihara secara mandiri ini berimplikasi langsung pada kerentanan gizi, karena rumah tangga sangat bergantung pada pasokan dari luar, sementara kemampuan memproduksi pangan sendiri terbatas. Selain itu, budaya konsumsi yang belum terhubung dengan aktivitas produksi membuat masyarakat kehilangan peluang untuk mengendalikan kualitas dan keberlanjutan sumber pangan mereka sendiri.
Menjawab tantangan tersebut, pendekatan baru diperlukan yaitu membangun sentra produsen bahan pangan lokal yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat produksi, tetapi juga sebagai simpul ekonomi masyarakat. Sentra ini mencakup pengembangan peternakan ayam petelur dan daging, budi daya ikan air tawar, hingga pengolahan sayuran dan hasil hortikultura berbasis potensi lokal. Melalui model terintegrasi yang menghubungkan riset, teknologi tepat guna, kelembagaan petani, dukungan pembiayaan dan kemitraan swasta, Papua dapat bertransformasi dari wilayah penerima pasokan menjadi produsen mandiri yang melayani kebutuhan domestik bahkan regional.
Pendekatan ini tidak berhenti pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga mencakup pembentukan rantai nilai baru, mulai dari penyediaan bibit, pakan dan sarana produksi, hingga pascapanen, distribusi dan pemasaran. Salah satu elemen strategis dalam model ini adalah penerapan mekanisme fix buyer, di mana pemerintah bertindak sebagai pembeli utama hasil produksi melalui skema jaminan pembelian. Skema ini menciptakan kepastian pasar bagi produsen lokal Orang Asli Papua (OAP), menurunkan risiko usaha dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi dalam produksi pangan.
Mekanisme ini membuka ruang bagi pengembangan ekosistem pangan daerah yang terstruktur, terukur dan berkelanjutan. Dengan jaminan pembelian oleh pemerintah, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan program sosial, distribusi ke wilayah rawan gizi, maupun penyediaan stok cadangan, rantai produksi akan terus bergerak dan memberi efek pengganda pada ekonomi lokal. Melalui strategi ini, pembangunan sentra pangan di Papua tidak lagi bersifat intervensi jangka pendek, tetapi menjadi strategi jangka panjang dalam mewujudkan kedaulatan pangan, stabilitas harga, dan peningkatan kualitas gizi masyarakat.