Mendorong Partisipasi Wanita dalam Digitalisasi Ekonomi Papua-Maluku
Perempuan merupakan aktor kunci dalam ekonomi lokal, baik sebagai pelaku usaha mikro, penggerak komunitas, maupun pengelola rantai pasok domestik
Mendorong Partisipasi Wanita dalam Digitalisasi Ekonomi Papua-Maluku
Perempuan merupakan aktor kunci dalam ekonomi lokal, baik sebagai pelaku usaha mikro, penggerak komunitas, maupun pengelola rantai pasok domestik
Pembangunan ekonomi digital di wilayah timur Indonesia, khususnya Papua dan Maluku, menghadapi tantangan yang berkaitan dengan partisipasi perempuan. Padahal, perempuan merupakan aktor kunci dalam ekonomi lokal, baik sebagai pelaku usaha mikro, penggerak komunitas, maupun pengelola rantai pasok domestik. Rendahnya tingkat literasi digital, terbatasnya akses terhadap perangkat teknologi, serta minimnya dukungan kelembagaan menjadi penghambat utama partisipasi perempuan dalam transformasi ekonomi digital.
Kesenjangan digital gender di wilayah ini masih signifikan. Perempuan di pedesaan dan kepulauan terpencil menghadapi hambatan berlapis, mulai dari keterbatasan infrastruktur internet, rendahnya kepercayaan diri dalam menggunakan teknologi, hingga norma sosial yang membatasi peran mereka dalam kegiatan ekonomi berbasis digital. Akibatnya, banyak potensi ekonomi lokal yang belum termonetisasi secara optimal melalui platform digital, seperti hasil pertanian, perikanan atau produk kerajinan yang sebenarnya memiliki nilai pasar tinggi jika terhubung ke ekosistem ekonomi digital nasional maupun global.
Selain itu, model intervensi yang selama ini dijalankan sering kali bersifat top down dan tidak responsif terhadap konteks sosial budaya setempat. Program pelatihan digitalisasi usaha, misalnya, masih berfokus pada aspek teknis tanpa memperhatikan kebutuhan spesifik perempuan sebagai pelaku ekonomi rumah tangga yang memiliki keterbatasan waktu, akses mobilitas dan tanggung jawab ganda. Tanpa strategi yang lebih inklusif dan berbasis kebutuhan nyata, kesenjangan digital ini akan terus memperlebar ketimpangan ekonomi gender di kawasan timur Indonesia.
Menjawab tantangan tersebut membutuhkan pendekatan yang menempatkan perempuan sebagai subjek utama dalam transformasi digital, bukan sekadar penerima manfaat. Pemberdayaan perempuan dalam ekonomi digital harus dimulai dari peningkatan literasi digital dasar, yang mencakup kemampuan menggunakan perangkat teknologi, pemahaman tentang keamanan digital, hingga pemanfaatan platform e-commerce dan keuangan digital. Program literasi ini perlu dirancang secara kontekstual dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan, bahasa lokal dan pola interaksi sosial masyarakat Papua dan Maluku.
Akses terhadap teknologi juga menjadi aspek krusial. Intervensi seperti penyediaan perangkat bersama (community device centers), pembangunan pusat layanan internet desa yang ramah perempuan, serta kemitraan dengan sektor swasta untuk skema pembiayaan perangkat digital dapat menjadi solusi konkret untuk mengatasi hambatan awal. Di sisi lain, model women led cooperative platforms dapat dikembangkan untuk memperkuat posisi tawar perempuan dalam rantai nilai digital, sekaligus menjadi sarana pembelajaran bersama dan penguatan kapasitas bisnis.
Beberapa inisiatif global dan nasional dapat dijadikan referensi. Program seperti EQUALS Global Partnership (ITU, UN Women) telah menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam desain, implementasi dan pengelolaan program digital secara signifikan meningkatkan tingkat adopsi teknologi dan keberlanjutan program. Di Indonesia sendiri, model seperti Perempuan UMKM Go Digital (KemenkopUKM) telah membuktikan bahwa pelatihan berbasis kebutuhan nyata, pendampingan berkelanjutan dan dukungan akses pasar mampu meningkatkan pendapatan perempuan hingga dua kali lipat.
Kunci keberhasilan transformasi digital berbasis gender terletak pada kolaborasi implementasi. Pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas lokal perlu bersinergi dalam menyusun roadmap digitalisasi ekonomi perempuan Papua Maluku yang inklusif. Pelibatan tokoh adat dan lembaga keagamaan juga penting untuk membangun penerimaan sosial yang lebih luas terhadap peran perempuan dalam ekonomi digital.
Dengan strategi yang tepat, perempuan tidak hanya akan menjadi pengguna teknologi, tetapi juga arsitek perubahan ekonomi digital di Papua dan Maluku. Peningkatan literasi digital dan akses teknologi akan membuka jalan bagi lahirnya wirausaha baru, memperluas pasar produk lokal, memperkuat ketahanan ekonomi rumah tangga, dan pada akhirnya mempercepat transformasi ekonomi kawasan timur Indonesia menuju inklusi dan keberlanjutan.